KONDISI TATA KELOLA PENDIDIKAN DI KOTA SUKABUMI
ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

I. GAMBARAN UMUM
Seperti ada yang aneh terjadi di sekolahku. Sekolah bagaikan kurang dirancang  untuk kegiatan belajar dan mengajar sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.  Lembaga Pendidikan   seperti kurang berfungsi dalam mencerdaskan anak bangsa. Pelajar seharusnya mendapat kegiatan yang bermakna, pengalaman belajar yang menarik dan terasa penting dalam mempersiapkan masa depan. Akan tetapi mengapa banyak program, acara dan kegiatan di sekolah yang tak ada dalam kurikulum dimana sepertinya program-program itu justru lebih menyita waktu siswa dan guru. Anehnya kepala sekolah sebagai nakhoda seperti tidak memiliki hak penuh mengatur jalannya roda organisasi sekolah. Kemana sebenarnya kemandirian sekolah.
            Kepala sekolah harusnya jangan menjadi “Yes man!”, mengikuti arus dan situasi yang ada.  Apabila ada penyimpangan dari peraturan yang ada seharusnya mereka berhak memprotes atau mempertanyakannya. Yah! Tak dapat dipungkikri dimana kebijakan dan intervensi pejabat justru kadangkala kontra produktif dengan azas dan ide-ide pendidikan. Para pejabat dari mulai Dinas pendidikan, Anggota DPRD, Walikota dan jajarannya, Pejabat Kepolisian dan pejabat-pejabat daerah lainnya.
            Kadang memang kepala sekolah tak berdaya menolak kebijakan dari atasannya karena hal itu akan mengancam karier dan jabatannya tentunya. Akan tetapi kondisi yang ada ini justru memicu kepada ketidak berdayaan lembaga pendidikan untuk konsisten dalam fungsinya menjaga dan meningkatkan mutu belajar mengajar dan tempat penggemblengan siswa untuk menjadi manusi seutuhnya. Guru-guru merasa galau, karena banyaknya aturan baru, kebijakan baru, instruksi baru, acara dan kegiatan baru. Sebentar-bentar ada pelatihan, lomba, teknikal miting ini dan itu disamping perubahan kurikulum baru, ada sosialisasi kurikulum baru dll. Dengan berbagai program ini banyak guru harus berangkat mengikuti penataran, lomba dan rapat, siswa- siswa lalu menjadi heran gurunya kok sibuk gak karuan kadang jarang di tempat. Walau banyak dari siswa senang dengan ketiadaan guru karena tak belajar. Sedikit yang kecewa karena waktu mereka disia-siakan begitu saja tanpa makna, tanpa penambahan ilmu atau kegiatan yang bermanfaat. Itulah kondisi di banyak sekolah di kota Sukabumi.          
Di sejumlah sekolah terjadi keanehan dimana kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut didominasi dan dikontrol oleh Wakil Kepala sekolah dan para kordinator. Kepala sekolah kadang dipola oleh Para Wakil Kepala dan guru senior dan mereka inilah yang menjadi inti kebijakan dan pelaksana kegiatan sekolah. Memang Mereka lebih paham kondisi anak, rekan-rekan gurunya, lingkungan sekolah, bahkan cara mensiasati keuangan, membuat laporan dan lain-lain. Kadang kepala sekolah dibuat menjadi kikuk, sering terjadi kalau Kepala Sekolah tegas dan saklek,  maka dia akan menemukan hambatan dan persoalan termasuk tidak dipedulikan dan pengelolaan sekolah bisa tidak berjalan lancar.
Di banyak tempat lain lagi ceritanya dimana Kepala sekolah mirip Seorang raja atau Bos, yang duduk di singga sana. Pekerjaan pokok memeriksa surat, membubuhi tanda tangan, sekali-sekali bercakap-cakap dengan tamu penting nya yaitu pengawas, wartawan atau LSM. Kadang ada tamu yang super penting, yaitu pejabat dinas atau pemda. Jelas untuk tamu level ini harus ditemui dan ditemani dengan serius disamping itu perlu ada jamuan atau uang transport yang pantas.
II. MENETAPKAN KEBERHASILAN  PELAKU  PENDIDIKAN  
 Keberhasilan lembaga pendidikan tentu sangat bergantung komitmen dan langkah para pimpinan baik Kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan dan pemda sendiri. Namun peran mereka seharusnya bukan saja dalam mengurus administrasi semata tapi yang terpenting adalah memastikan siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna, dan mengoptimalkan kinerja guru, terutama seberapa baik dan efektif  guru mengajar di kelas. Guru perlu mempersiapkan diri sebelum mengajar, memberi pengajaran yang efektif dan menarik serta evaluasi ketika selesai mengajar.  Para pimpinan harus menjamin bahwa pendidikan sesuai dengan tracknya. Tapi kadangkala pemeriksaan administrasi guru adalah paling paling penting dibanding dengan kegiatan di kelasa seperti tatap muka dll. Sehingga kalau administrasi guru lengkap maka itu indikasi guru tersebut berhasil dalam mengajarnya. Lalu bagaimana para atasan ini menilai bahwa siswa telah mencapai kompetensi yang di targetkan apakah cukup dari daftar nilai, kehadiran dan RRPnya saja. Juga bagaiman menilai bahwa guru sudah mengajarkan kejujuran, kasih sayang, dan disiplin. Sebab penilaian guru zaman dulu lebih kepada fakta dilapangan yaitu keberhasilannya dalam mengajar di kelas. Ini nomor satu sementara administrasi menyusul. Cara Penilain ini dilakukan dengan misalnya pengawas masuk kekelas lalu melakukan evaluasi terhadap siswa seberapa jauh  materi yang diajarkan oleh guru tersebut dikuasai siswa. Fakta terbalik terjadi saat ini di kota kami dimana, karena pentingnya administrasi bagi guru maka administrasi harus sempurna, jilid harus hard Cover dan disana ada ada 16 komponen administrasi yang harus dilengkapi. Sering ditemui dimana pekerjaan Administrasi guru begitu banyak dan menyita waktu sehingga tak sempat untuk fokus dalam kegiatan belajar-mengajar dikelas
Disatu sisi Kepala Sekolah seharusnya adalah guru yang paling mampu memberi contoh cara mengajar yang baik disamping tugas tugas administrasinya yang banyak. Akan tetapi intervensi baik dari LSM, Wartawan, Anggota DPR dan pejabat daerah yang lainnya baik dalam penerimaan siswa, kenaikan siswa dan kelulusan siswa, pengelolaan sekolah dll.  Bisa mengganggu kinerja Kepala Sekolah dan guru, disamping mempersulit penerapan aturan pendidikan menjadi . Ada kata klise yang sering menjadi dasar bertindak bagi Kepala sekolah dan guru bahwa mereka harus mengawal kebijakan atasan walau kadang tak sesuai dengan hati nurani bahkan menyimpang dari ide-ide pendidikan. Dengan berbagai persoalan ini maka kejujuran, akhlak mulia, disamping otonomi dan profesionalitas guru dan kepala sekolah dan pengawas semakin sulit diterapkan dan  jauh dari harapan.
Akankan sekolah justru mejadi tempat dimana mencontek dibiarkan, nilai anak dikatrol seenaknya.  dan tempat anak-anak bermasalah kurang mendapat penanganan yang memadai. Tempat dimana perilaku tidak jujur, akhlak yang buruk terjadi seperti tawuran, seks bebas, bullying dan konsumsi obat terlarang dll tidak dapat ditangani dengan baik. Siapa yang salah,  apakah semua ini asalnya dari oknum pendidik yang tak bisa profesional, komitmen, jujur dan disiplin.
Mungkin semua ini terjadi justru dari para Decision maker, para pembuat keputusan alias para atasan guru dan kepala sekolah. Ide dan pilosofi pendidikan mengatakan bahwa Guru harus selalu  melakukan penilaian peserta didik dengan jujur atau otentik (apa adanya), adil dan transparan. terukur, mengacu kepada tindakan perbaikan. Kenyataannya dan kondisi yang ada di kota Sukabumi apapun dilakukan agar bisa mencapai 100% kelulusan.100% tanpa drop out. Semua sekolah negeri harus SSN, nilai KKM harus 7,5.
 Sementara itu demi menyelamatkan semua pihak maka laporan dan adminitrasi harus terlihat rapih, semua pihak harus maklum dan kalau ada pembuat ulah harus bisa diamankan dan tanpa masalah. Padahal dibalik kecurangan yang terjadi, walau barangkali dikemas dengan rapi, maka objek pendidikan yaitu anak-anak akhirnya tahu, merasakan dan sadar pola-pola kecurangan ini bahkan terinternalisasi dalam pikiran mereka karena mereka melihat sendiri dan tahu dari seniornya bahwa tak perlu disiplin, tak perlu belajar gigih, tak perlu belajar serius untuk mendapat nilai baik, untuk naik kelas atau lulus ujian karena semua sudah diatur yang penting adalah duduk manis, dengar dan tak membuat banyak ulah dan usahakan selalu hadir disekolah kalau pun bolos jangan terlalu banyak.
Akhirnya mayoritas siswa seperti kehilangan semangat belajar, kehilangan kreatifitas bahkan terkena syndrom malas, kurang peduli, dan kurang motivasi,  walaupun guru-guru sudah melakukan berbagai upaya, cara mendisiplinkan siswa, menyampaikan materi belajar. Tapi semakin hari kenakalan mereka semakin menjadi.  
Tidak hanya banyak siswa bahkan banyak gurupun sudah terkena sindrom malas, bosan dan kecewa. Sebagai efek dari kecurangan yang terinternalisasi kepada siswa maka siswa kurang hormat kepada guru, Dimana ketika guru masuk kelas siswa-siswa tak menyambut mereka, tak serius atau cu’ek, bahkan sering mentertawakan. Disisi lain sering dijumpai tak ada bedanya antara guru malas dan rajin, toh pasti naik golongan, toh pasti dapat sertifikasi kecuali mereka yang parah banget atau tidak tahu tricknya saja bagaimana menipu atasan.
Kalau banyak siswa yang semakin malas belajar, lalau apa penyebab guru yang malas. Berikut ini ada beberapa penyebab sehingg guru malas dan tak serius mengajar.  Contoh klasik adalah banyaknya hutang di bank; biasanya kepala sekolah mengizinkan begitu saja ketika guru mau meminjam uang di bank karena ternyata di banyak sekolah kepala sekolahpun adalah orang yang paling banyak hutangnya, sikap pengawas yang kurang peduli; dalam arti ada yang giata memeriksa guru ada yang satu tahun sekali keadaan ini membuat guru santai saja, kepala sekolah tak perhatian dan memeriksa keadaan guru; mungkin ini karena beban administrasi kepala sekolahpun sudah banyak jadi tak sempat memeriksa kegiatan belajar mengajar, disamping mereka beranggapan bahwa sudah ada wakil kepala yang mengatur dan disisi lain guru seharusnya mengerti sendiri. Banyaknya agenda kegiatan, acara dan program yang harus dilaksanakan, baik yang berasal dari Dinas atau Pemda Kota, dari pemerintah provinsi dan dari pemerintah pusat dimana mereka yang merupakan atasan para guru, yang jelas menginginkan bahwa setiap pogram harus terlaksana dengan baik yang hal ini menyita tenaga dan pikiran sehingga tenaga untuk mengajar menjadi berkurang. Apalagi pertimbangan untuk mengurus program atasan tersebut yang didalamnya ada duitnya menjadi lebih menarik daripada mengurus siswa yang nakal yang bikin pusing. Contoh: bukan berarti kegiatan seperti melakukan remedial, pengayaan, mengajar ekstrakurikuler adalah sesuatu yang tidak positif atau kegiatan seperti bazar dan gelar seni sesuatu yang buruk akan tetapi kegiatan ini hanya rutinitas biasa, tapi kalau pergi ke pelatihan, mengikuti atau membimbing lomba, mengikuti seminar, atau bahkan mengurus proposal block grant, SSN, menyusun PTK ini lebih ada duitnya atau akan menimbulkan duit. Mengurus siswa dan rutinitas mengajar yang kadang membosankan sering dianggap kurang berdampak kepada duit dari pada melaksanakan program atasan tadi. Memang menyedihkan karena berbagai kegiatan guru tersebut sering mengabaikan siswa belajar, dan siswa akhirnya main-main tidak karuan yang tak ada manfaatnya.
             Untuk menutupi kelemahan kondisi sekolah yang sebenarnya maka pihak kepala sekolah dan para guru paham dan berpengalaman bagaimana mensiasatinya. Yang penting laporan lengkap dan bagus dan pemerintahpun biasanya tak begitu tahu hal-hal detil dalam pengelolaan sekolah. Demi kepentingan atasan Kepala sekolah dan guru harus bisa mengatur, yang penting agenda atasan terlaksana, adapun terkadang kegiatan siswa belajar hanya terlaksana alakadarnya itu tak begitu penting. Bagi mereka yang penting ini jalan dan itu terlaksana.
III. SIAPA YANG MENJAMIN PENDIDIKAN TEPAT SASARAN ATAU ON THE TRACK
Sejumlah kegiatan atau agenda terbaru yang juga menyibukan guru dan kadang bisa terganggu mengajar di kelas. misalnya adalah 1. penerapan kurikulum 2013; kurikulum ini penuh administrasi dan pembelajaran diharapkan lebih modern dengan penggunaan IT, atau serba teknologi hanya saja kurikulum ini belum matang dan cendrung mengalami perubahan, revisi dan ganti kebijakan. 2. Uji Kompetensi Guru (UKG) dimana tiap guru harus mencapai nilai minimal 5,5. Usaha yang baik tapi masih dalam tanda tanya apakah keberhasilan guru itu dari bagusnya nilai UKG atau bagaimana dia mengajar. Anehnya kalau alasan pemerintah merasa kualitas guru rendah terbukti dari hasil UKG yang banyak sekali nilai guru dibawah 5,5 maka seharusnya program ini ditindak lanjuti dengan program tindak lanjut yang komprehensif. Ada banyak program yang over laping dalam menetapkan prioritas apakah Kurikulum 2013 harus terlaksana secara utuh atau perbaikan nilai UKG. 3. Setiap sekolah harus memiliki keunggulan misal seperti sekolah kami adalah sekolah unggulan olahraga. Begitu juga sekolah lain harus memprogramkan apa keunggulan mereka. Program unggulan sekolah ini dilapangan sering berbenturan dengan agenda kurikulum yang baku dari pemerintah karena sekolah kadang bingung dalam membuat prioritas. 4. Agenda rutin tahunan seperti Memastikan sekolah mengikuti O2 SN ( Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) OSN ( Olimpiade Science Nasional), FLSN (festival lomba seni Naional ), OLN ( olimpiade Literasi Naisonal. Belum lagi kesibukan ikut dalam duta lingkungan. Menerapkan sekolah sebagai sekolah literasi, sekolah berbudaya lingkungan,  sekolah sehat, mengikuti lomba-lomba yang diadakan SMA atau SMK serta Perguruan tinggi sekitar Sukabumi dan tentu tiap sekolah tidak mau kalah pamor, dan kalau tercapai akan menjadi gengsi atau prestis yang membanggakan. 

Dari Persoalan pendidikan di kota kami ini lalu siapa yang mengontrol bahwa berbagai program, lomba, acara, pelatihan dan kegiatan seperti disebutkan diatas, tidak menyimpang dari tujuan pendidikan. Disamping siapa yang bisa memastikan bahwa dalam mencapai tujuan ini dilakukan dengan jujur tanpa memanipulasi dan merekayasa. Kenyataannya bisa sebaliknya, misal akreditasi sekolah, kegiatan penilaian sekolah lima tahunan ini sangat prestis dan agenda yang teramat penting. Sayangnya agenda terpenting ini seringkali dilakukan dengan kurang jujur. Disini Kepala sekolah, guru dan pengawas seharusnya memastikan nilai akreditasi diperoleh dengan jujur. Penilaian jujur ini sangat penting untuk menemukan masalah yang ada dan mencari solusi terbaik atas masalah itu. Akan tetapi kalau akreditasi dilakukan dengan memanipulasi, merekayasa atau memark up data  maka akan terjadi adalah kualitas semu, dan akan menjadi preseden buruk di kemudian hari. Dampak terparahnya adalah  merusak mental guru. Kalau bagi kepala sekolah dan pengawas, maka dengan diperolehnya nilai fantastis ini mungkin bertujuan ingin mendapat penilain yang baik dari Dinas atau Pemda atas kinerja beliau. Akan tetapi efeknya justru berdampak buruk pada perbaikan kualtas pendidikan itu sendiri. Bayangkan saja jika guru guru, kepala sekolah diminta memanipulasi angka dan pengawas membolehkannya jadi mereka ini justru menjadi pelaku manipulalsi ini. Mereka adalah orang-orang pintar dan berpengalaman mengapa mau melakukan itu dan apa manfaatnya. Mengapa mereka kompak untuk tujuan yang jauh dari filosofi pendidikan. Mereka  bisa saling menutupi, saling mengerti dan tau sama tahu. Harus mengemas dengan rapi bahkan laporan keatas beres, administrasi rapi dan semua kegiatan seperti tak ada masalah. Lalu bagaimana dengan keadaan sesungguhnya bahwa kita telah melakukan penipuan masal, pembodohan masal bahkan berbuat kesalahan dan penyimpangan masal.


IV. INSTANSI MANA YANG BISA MEMBUAT PERUBAHAN
Banyak sekali lembaga baik pemerintah dan swasta yang berkecimpung dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan. Tapi adakah yang bisa kita rasakan dari lembaga tadi bahwa mereka bisa membuat perubahan. Dan perubahannya terasa atas peningkatan sumberdaya Manusia Indonesia. Dimana kita menjadi bangsa yang terampil, cerdas berakhlak dan bisa bersaing dengan bangsa lain. Kenyataannya mungkin mereka memiliki banyak ide dan konsep bahka berapi-api sepertinya. Tingkat nasional saja ada namanya BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Begitu juga di tingkat provinsi ada namanya LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) di tingkat kota sendiri ada namanya Dewan Pendidikan Kota Sukabumi ditambah lagi lembaga-lembaga swasta yang tak perlu disebutkan satu-satu namanya.
Yang terbaru ini misalnya mungkin setelah mellihat perkembangan kualitas pendidikan kurang baik maka ada Program yang digulirkan oleh LPMP JABAR (lEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN JAWA BARAT)  Konon mereka ingin merancang sekaligus menjadi pengendali sekolah model. Dimana dalam programnya ingin memdesain sejumlah sekolah di kota sukabumi sebagai sekolah contoh kegiatan pembelajaran. Seperti apa dalam pelaksanaannya dan seberapa jauh ini akan efektif sebagai guru kami masih menanti. Apakah ini akan menjadi solusi atas program pendidikan yang berjalan selama ini yang dirasa kurang sesuai dengan filosofi pendidikan kota sukabumi khususnya dan Jawa Baratnya umumnya. Kita nantikan saja.  











Penulis : choerul Huda

Guru bahasa inggris smpn 10 kota sukabumi


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 21.22

0 komentar:

Posting Komentar